Industri Batik Pekalongan Makin Maju Berkat KUR

Berbicara tentang batik tentu tak bisa dipisahkan dari Kota Pekalongan, karena daerah ini salah satu penghasil batik terbesar di Indonesia. Batik Pekalongan bukan hanya terkenal di Indonesia, namun juga terkenal di mancanegara karena berkualitas bagus. Karena itu tak heran jika banyak wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pekalongan untuk berbelanja batik, dan sekaligus mencari peluang untuk berinvestasi di industri batik.



Industri batik makin berkembang

Industri batik semakin berkembang dalam lima tahun terakhir dengan adanya Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang memperkuat permodalan para pengusaha. Pada periode 2007 – September 2012 KUR yang disalurkan BRI Cabang Pekalongan sebesar Rp 54,55 miliar untuk 9.458 nasabah. Khusus tahun 2011 KUR yang digulirkan sebesar Rp 15,08 miliar untuk 2.603 nasabah, dan khusus periode Januari – September 2012 KUR yang digulirkan Rp 6,25 miliar untuk 69 nasabah. Sebanyak 4.729 nasabah atau 50% dari total jumlah 9.458 nasabah menggeluti usaha batik, sedangkan 3.783 nasabah atau 40% bergerak di sektor usaha sembako dan sayur-mayur, dan 945 nasabah atau 10% berjualan ikan.

KUR berperanan besar dalam meningkatkan omset para dalam meningkatkan omset para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kota Batik tersebut. Setelah mendapat suntikan dana KUR omsetnya melejit sekitar 150% hingga 200%. Peningkatan omset itu terjadi karena dengan adanya KUR barang dagangan mereka bertambah banyak dan jumlah pembeli pun bertambah banyak. Selain KUR juga menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang. Dari beragam jenis usaha yang dibiayai KUR terserap tenaga kerja sekitar 30.000 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 15.000 orang atau 50% bekerja di sektor usaha batik. Dengan demikian KUR berandil dalam pengurangan angka pengangguran.

Manfaat KUR dirasakan oleh Muchmammad Helmi yang berjualan batik di toko merangkap rumahnya di Kelurahan Kauman, Kecamatan Pekalongan Timur. Toko “Batiok Shafa” itu dikelolanya bersama isterinya. Kauman dijuliki kampung batik, karena mayoritas warganya menggeluti usaha batik. Tiap hari wisatawan domestik dan wisatawan asing mengunjungi kampung batik itu. Helmi berjualan batik sejak empat tahun lalu dengan modal Rp 2 juta yang berasal dari kantongnya sendiri. Pelan tapi pasti usahanya berjalan lancar. Seiring semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Kauman, Helmi perlu memperbanyak barang dagangannya. Untuk itu pada tanggal 22 Juni 2012 di mengajukan pinjaman KUR sebesar Rp 4 juta dan cair dua hari kemudian. Helmi berkewajiban membayar angsuran Rp 262.900/ bulan selama 18 bulan.

Berkat KUR Helmi dapat kain, kaos, dan baju dalam jumlah cukup banyak dan jumlah pembelinya pun meningkat. Sebelum mendapat KUR omsetnya Rp 500.000/hari, lalu setelah memperloleh KUR meningkat menjadi Rp 1,5 juta/hari atau meningkat 3 kali lipat. Dari omset tersebut Helmi memperoleh keuntungan 20%. “Usaha saya terletak di alokasi yang strategis, sehingga tiap hari ada yang membeli batik. Usaha saya semakin lancar setelah memperoleh KUR, dan jika nanti sudah lunas saya akan meminjam KUR lagi dalam jumlah besar,” kata Helmi.

Pedagang batik lainnya yang mendapat KUR adalah Kisrowiyah yang berjualan di pasar grosir Setono. Perempuan ayu ini telah tiga tahun berjualan di pasar tersebut dengan modal Rp 30 juta. Kisrowiyah menjual kain dan pakaian dengan harga mulai Rp 15.000 hingga Rp 1 juta. Meskipun di pasar grosir Setono banyak yang berjualan batik, toko Kisrowiyah tak pernah sepi dari pembeli. “Alhamdulillah, barang dagangan saya laku dan tiap hari ada yang membeli,” katanya. Untuk mengembangkan usahanya pada tanggal 19 September 2012 Kisrowiyah mengajukan pinjaman KUR dan cair dua hari kemudian. Angsurannya Rp 1.316.200/ bulan selama 18 bulan. Uang KUR dipergunakan untuk tambahan berbelanja kain dan pakaian. Suntikan dana KUR membuat omsetnya melejit dari semula Rp 2 juta per hari menjadi Rp 4 juta perhari.

Perkembangan usaha juga dirasakan oleh Mokhammad Eko Priyono, pengusaha batik di pasar grosir International Batik Center (IBC). Eko, demikian panggilan akrab pria ini, telah sepuluh tahun memproduksi dan berjualan batik. Semula Eko bekerja di sebuah perusahaan batik di Pekalongan, lalu ia memberanikan diri membuka usaha sendiri. Mengawali usahanya dari kecil, usahanya perlahan-lahan mengalami kemajuan. Dari usaha batik itu Eko mempekerjakan 100 orang, sebagian besar membuat batik di rumahnya di Kelurahan di Kelurahan Krapyak Kidul, Kecamatan Pekalongan Utara, dan beberapa orang pekerja di tokonya. Bahkan ia mampu membeli toko di IBC sebesar Rp 285 juta pada tahun 2011.

Usahanya semakin berkembang setelah Eko mendapat KUR Rp 110 juta pada tanggal 28 April 2010. dia berkewajiban membayar angsuran Rp 5 juta per enam bulan selama 3 tahun. Sebagian lagi untuk tambahan modal dan sebagian uang KUR untuk tambahan modal dan sebagian lagi untuk tambahan membeli toko di IBC. Sebelum mendapat KUR omsetnya Rp 40 juta per bulan, lalu meningkat menjadi Rp 70 juta per bulan, dan ia memperoleh keuntungan 20%. “Saya harus bekerja keras untuk memajukan usaha, dan jika usaha saya semakin maju tentu akan banyak tenaga kerja yang terserap,” katanya.

Usaha lain ikut berkembang berkat KUR

Selain batik, jenis usaha lain yang berkembang berkat KUR adalah usaha warung sembako dan sayur-mayur adalah Zahrotun yang berjualan di rumahnya di Pantai Sari, Kjelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara. Isteri nelayan ini telah sepuluh tahun berjualan sembako dan sayur-mayur dengan modal sendiri, lalu untuk memperlancar usaha dia meminjam KUR. Zahrotun tiga kali mendapat KUR, yaknit tahun 2009 sebesar Rp 5 juta, tahun 2010 sebesar Rp 5 juta dan Juni 2012 sebesar Rp 3 juta. Khusus pinjaman KUR yang ketiga ia berkewajiban membayar angsuran Rp 280.800/ bulanselama setahun. Terbukti berkat KUR warung sembako dan sayu-mayurnya berjalan lancar dengan omset rata-rata 200 ribu – 300 ribu per hari dengan keuntungan 30%.

Selain itu KUR juga membawa berkah bagi Zahrotun. Dari usaha warung sembako dan sayu-mayur itu ia mampu membiayai sekolah kelima anaknya, anak sulung berhasil menjadi sarjana musa, anak kedua menjadi sajana, dan tiga anak lainnya bersekolah di SMP san SMA. “Saya san suami hanya berpendidikan SD, tapi saya tidak ingin anak-anak berpendidikan rendah. Saya ingin anak-anak menjadi sarjana. Untuk itulah saya dan suami bekerja ekstra keras untuk membiayai pendidikan mereka,” ujarnya. KUR merupakan Program Pro Rakyat Klaster 3 yang diluncurkan Presiden SBY di Gedung BRI, Jakarta Pusat, 5 November 2007. Pemerintah memberikan jaminan melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) sebesar Rp 2 triliun per tahun. Persyaratan KUR meliputi kelayakan usaha, fotokopi KTP, KK, foto, dan surat keterangan dari kepala desa/lurah. KUR diberikan kepada pelaku UMKM dan layak diberi pinjaman modal setelah dilakukan survei oleh pihak perbankan.

Semula KUR dilaksanakan oleh enam bank, kemudian pada tahun 2010 sebanyak 13 bank turut menyalurkan KUR. Penyaluran KUR dibagi menjadi dua bagian, yakni KUR mikro dan KUR ritel. Pada awalnya KUR mikro sebesar Rp 1 juta – 5 juta, lalu sejak tahun 2010 dikembangkan hingga Rp 20 juta. Sementara itu KUR ritel sebesar di atas Rp 20 juta hingga maksmial Rp 500 juta. Selanjutnya pada tahun 2012 jumlah bank yang menyalurkan KUR bertambah sebanyak 14 bank yang terdiri dari sebuah bank nasional yakni BNI Syariah dan 13 BPD yang meliputi Bank Kaltim, Bank Sulselbar, Bank NTT, Bank Lampung, Bank Bengkulu, Bank Sumselbabel, Bank Riau – Kepri, Bank Aceh, Bank Sumut, Bank Jambi, Bank Sultra, Bank Sulteng, dan Bank Bali. Sehingga total jumlah penyalur KUR adalah 33 bank.

Selain memperluas bank penyalur KUR dan jmlah pemberian KUR, pada tahun 2010 pemerintah juga memperluas sasaran penerima KUR yakni tenaga kerja Indonesia (TKI). KUR untuk TKI diluncurkan di Aula Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu, 15 Desember 2010, yang dihadiri Presiden SBY dan Ibu Negara Hj. Ani Yudhiyono. Program KUR untuk TKI ini merupakan bagian dari tanggung jawab, kepedulian, dan keberpihakkan pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan, KUR ini untuk membiayai seluruh ongkos yang dikeluarkan TKI sebelum keberangkatan ke luar negeri yang meliputi biaya pengurusan dokumen, biaya pelatihan kerja, dan sertifikasi kompetensi kerja. KUR untuk TKI diharapkan dapat mengurangi kecenderungan para calon TKI meminjam kepada rentenir atau linta darat untuk biaya keberangkatan ke luar negeri.

Program KUR untuk TKI ini juga bermanfaat dalam penyususnan data base TKI. Biaya yang dikeluarkan menjadi lebih transparan, akuntabel, dan ada kepastian. Di samping itu, dengan adanya KUR untuk TKI permasalahan sosial yang disebabkan oleh potongan gaji TKI untuk membayar utang berbunga tinggi akan sangat berkurang. Pada tahap awal KUR diberikan dengan jumlah maksimal Rp 50 juta untuk TKI yang belum memiliki ketrampilan, dan maksimal Rp 60 juta untuk TKI yang sudah memiliki ketrampilan seperti perawat dan pekerja teknis.

Secara nasional, penyaluran KUR tahun 2011 mencapai Rp 29 triliun, dan tahun 2012 ditargetkan menjadi Rp 30 triliun. Sejak diluncurkan tahun 2007 hingga September 2012 KUR yang telah disalurkan mencapai Rp 85 triliun, sehingga membuka lapangan kerja bagi 6,8 juta.